Sebuah kata dengan banyak makna yang tersirat

Sebuah kata dengan banyak makna tersirat

Sunday, May 26, 2013

Cerpen Zaro #part1 dari 2


Zaro
By: Ifana Devi Mumtahana



Hei, kenalin namaku grita. Agrita vion permana. Ya ya, aku ngerti hidup aku sekarang ini cuma lagi berkutat sama buku diari. Bukan gimana gimana sih, tapi kalian pasti tau kalo aku lagi.. Maybe.. Jatuh cinta.

Oke, bukannya aku g punya temen atau apa yang bisa dijadiin temen curhat, tapi emang rasanya nggak ngeh bgt ngomongin orang yg aku taksir sama mereka. Paling tanggepannya g bakal jauh jauh dr “kayaknya g mungkin deh, mending lo pindah kelain hati” ya.. Kurang lebih begitu.

 Tapi, hellow, kalo aku naksirnya sama cowo yang biasa biasa aja mana seru men. G ada tantangannya. Justru itu tuh, aku harus berusaha ngambil hatinya doi walau pastinya bakal banyak banget rintangan yang menghadang.

Em, aku ini siswa di salah satu sekolah menengah atas di bandung yang lagi duduk dibangku kelas2. Aku bukan siswi popular disekolahku karena aku bukan termasuk anggota cheelidersdisekolah ini setiap anggota chiliders akan sangat popular dan dipuja puja. Sama kayak kebanyakan sekolah lain diseluruh jagat raya, disekolah ini yang namanya ekskul chiliders pasti gandengannya anak ekskul basket.

Dan disinilah letak kelemahanku. Kalian pasti tau kayak apa penampilan seorang anggota chiliders  bukan? Yang pastinya seksi dan menggoda. Pake rok 10 cm diatas lutut, dua kancing teratas seragam terbuka dan pasti bibir basah yang setia 10 menit sekali diolesi lipglos agar selalu terlihat mengkilat dan menantang. Iyuh!

Aku mungkin memang bukan anggota chiliders, tapi setidaknya penampilanku tidak jauh jauh dari mereka. Aku selalu memakai rok lima cm diatas lutut tetapi dengan kaos kaki panjang tentunya. Dan ya, aku juga membuka dua kancing seragamku. Tapi aku juga tidak selebai mereka dengan mengolesi bibir menggunakan lipgloss setia sepuluh menit sekali. Aku cukup memakainya setiap akan berangkat kesekolah saja.

Jadi bisa disimpulkan kalo aku ini siswi yang g punya ekskul apa apa tapi cukup beken karena aku cantik. Hello, aku sedang tidak menyombongkan diri ya.. Pada kenyataanya aku memang cantik. Terbukti karena ada salah satu kakak kelasku yang cukup terkenal pernah nembak aku.
Tapi aku segera menolaknya. Hey, kalian ingat aku sedang dalam masa pemulihan karna sakit hati waktu cowok yang kutaksir dengar dengar sedang pedekate dengan salah satu anggota cheers. Bukankah aku sangat setia?

Mungkin aku akan menceritakan lebih banyak lagi kalau saja bel sekolahku yang terkutuk itu tidak bernyanyi nyanyi riang. Jadi kesimpulannya aku harus bergegas sebelum pintu gerbang sekolahku yang berwarna norak itu tertutup dan memaksaku harus berdiri didepan tiang bendera selama dua jam penuh. Oke, aku tidak ingin itu terjadi maka sekarang juga aku harus berlariii.........

”Hosh.. Hosh“ nafasku masih terengah engah karena acara berlariku tadi yang demi tuhan sama sekali nggak keren. Aku membungkukkan badan dan mulai mengatur ritme nafasku agar kembali normal. Setelah berhasil , barulah aku berjalan menyusuri koridor sekolah yang mulai sepi.

Kelasku berada digedung lantai dua yang berada diseberang lapangan basket. Itu artinya aku akan melewati lapangan basket yang biasanya pada pagi hari seperti ini sedang dihuni mahluk mahluk kece yaitu anggota tim basket yang sedang berlatih. Biasanya, sebelum melangkahkan kaki menuju kelas, aku selalu menyempatkan diri untuk menyaksikan malaikatku bergumul dengan bola basket di lapangan itu. Aku selalu suka melihat dirinya yang telah basah oleh keringat. Apalagi bila sedang beruntung aku akan mendapat pemandangan indah saat dia membuka kaosnya dan memperlihatkan lekuk tubuhnya yangsumpah demi apa terlihat teramat sangat seksi sekali. Oke kembali kedunia nyata. Sekarang ini yang kulakukan hanyalah berjalan sambil berdoa semoga saja malaikatku masih berada dilapangan. Syuku syukur kalau dia sedang dalam keadaan seksi badai itu. Wiih.. Aku tidak sabar untuk sampai kelapangan basket.

Tapi sekali lagi aku harus menanggung kecewa karena sang malaikat sudah tak berada disana. Lapangan basket itu sudah tak berpenghuni lagi. Aku merutuki ketidakberuntunganku akibat aku datang telat.”pokoknya besok aku harus datang lebih pagi“ tekadku dalam hati. Tentu saja karena aku tidak mau melewatkan momen indah cuci mata yang menyejukkan jiwa itu. Aku harus melihat di.....
Dukk..

“aww..“ Pekikku tertahan karena baru saja ada sesuatu yang mendarat dikepalaku. Aku menunduk mencari tau apa yang tadi jatuh mengenai kepalaku. Tidak jauh dari tempatku berdiri tergeletak sebuah bola berkulit orange. Aku segera mengambilnya. Pikiranku entah mengapa tertuju pada seseorang. Dengan was was aku memikirkan bola siapa ini. Jangan jangan..

“Sori, gue g sengaja. Lo g papa kan?” aku mendongak menatap.. Hah! Ya tuhan.. Ini nyata atau mimpi? Setidaknya jika ini hanya mimpi, jangan bangunkan aku dulu.

Aku hanya bisa menatapnya tak percaya sambil memegangi bola orange ditanganku. Aku tidak tau apakah sekarang ini aku sedang melongo atau tidak, atau bahkan aku sudah mengeluarkan air liurku dengan wajah mupeng?

Oh god aku tidak percaya dengan penglihatanku kali ini. Ternyata dilihat dengan jarak sedekat ini malaikat ku itu jauh lebih seksi. Apalagi bau maskulin yang tercium melalui indra penciumanku ini sungguh menggoda.

Pantas saja banyak anggota cheers yang sehabis latihan bersamadengan tim basket tentunyaselalu berebut untuk dapat memberikan sebotol air mineral. Dan tentu saja inilah alasannya. Jelas karena mereka ingin berlama lama memandangi tubuh seksi dan mencium aroma maskulin yang secara alami keluar dari tubunya Zaro. Yah.. Itu nama malaikatku.

”Maaf, boleh gue ambil bola gue?“ dia melirik sebentar kearah bola orange yang masih saja berada diatanganku.

“Hey, lo gak papa kan?” aku terkesiap lalu dengan gugup menyerahkan bola itu ketangannya. Kemudian dia menatapku dengan tatapan yang entah mengandung makna apa. Lalu tersenyum kearahku. Dan aku seakan terhipnotis pada senyumnya yang menawan. Itu terjadi cukup lama sebelum...

”Zaro! Cepet woy!“ salah satu anggota tim lain berseru memanggilnya.

Dia menoleh dan berdecak sebal. Kemudian pergi begitu saja dari hadapanku. Uhh, tidak sopan sekali. Seharusnya kan dia...

“Hei, nama lo siapa?” dia berbalik lagi kearah tempatku berdiri.

”Grita“ jawabku cukup keras. Well, itu memang sengaja kulakukan agar dia mendengar dengan jelas dan setidaknya, yah mengetahui namaku.

“oke grita. Sorry yah yg tadi. Umm, see you“ aku memperhatikan kepergiannya cukup lama. Hello, dewi fortuna pasti sedang ada disampingku saat ini. Uhh, aku beruntung sekali.
Eh btw, tadi dia berkata maaf buat yang tadi ya? Hah, maksutnya? Yampun, dia romantis sekali.. Padahal tadi itu bukan suatu kesialan untukku, justru malah sebaliknya. Aku rela deh kejatuhan ring basket kalo dia bisa jadi seperhatian itu padaku. Huh, dia benar benar!

Eh tapi kan kalau dia memang benar benar mengkhawatirkanku, seharusnya dia mengantarku ke uks sekarang. Tidak malah membiarkanku berjalan kekelas sendirian seperti ini.eh, eh, apa sih yang aku pikirkan? Yang seperti tadi saja sudah merupakan kemajuan. Sebaiknya aku bersyukur, bukan malah menuntut lebih seperti ini.

***

Hari ini aku mengikuti pelajaran dengan hati yang gembira. Haha, kalau aja setiap pagi terjadi best moment kaya tadi, aku jamin deh pasti bakal bisa masuk peringkat tiga besar. Well, aku bakal lebih semangat pergi kesekolah dan lebih sering memcatat. Pokoknya bakal jadi hobby deh kesekolah.

Saking semangatnya aku ikut pelajaran, sampai sampai aku nggak sadar kalo ini udah jam terakhir. Berarti setengah jam lagi bel pulang sekolah bakal dibunyiin.

***

Sudah dua hari ini tragedi kena bola itu tidak terulang. Aku juga udah jarang bgt ketemu sama malaikat tampan tak bersayap itu. Huh, aku jadi males ngapa ngapain kalo kaya gini ceritanya.
Aku berjalan gontai keluar dari kelas. Rasanya lesu bgt seharian g liat zaro. Bawaannya mata jadi sepet.

Terpaksa hari ini aku harus ngangkot. Tadi, ibu menelfon bahwa dia ada meeting mendadak dengan klien. Jadi nggak bisa jemput aku kaya biasanya.

Aku menunggu angkot dihalte dekat sekolahku. Disana aku tidak sendirian. Ada tiga cewe bergerombol dipojok halte yang terlihat sedang asik membahas sesuatu. Aku tidak sepenasaran itu untuk menguping pembicaraan mereka. Tapi, sekilas ada nama zaro disebut sebut. Aku hendak mendengarnya lebih lanjut kalo saja tidak ada angkot yang dari tadi aku tunggu. Angkot itu berhenti tepat didepan aku berdiri. Aku segera memasukinya, tapi tiga cewe bergrombol itu menghalangiku dan menyerobot masuk terlebih dahulu. Aku sih mengalah aja sama mereka, toh rumahku tidak jauh jauh bgt. Paling cuma jarak lima km.

Didalam angkot, ketiga cewe yang aku yakin satu sekolah dnganku itu masih saja menggosip tanpa memperdulikan sekitar. Samar samar aku dengar pembicaraan mereka.

“Eh, zaro lagi deket ya sama jane?” tanya salah satu dari mereka yang memakai cardingan berwarna abu abu. Aku kontan melotot mendengarnya. Gawat. Jane itu kapten cheers. Aku akan sangat sulit bersaing dngannya.

”Kayaknya sih gitu. Kemarin aku liat mereka pulang bareng“ jawab cewe satunya yang berambut keriting. Oh tidak! Aku merasakan hawa panas yang tiba tiba saja menjalar masuk ketubuhku.

“aku juga liat kemaren zaro minjemin jane jaket waktu tuh cewe ketumpahan jus” sambung cewe satunya yang kelihatannya chinees bila dilihat dari matanya yang sipit sipit gitu. Aku kembali mengatur degup jantungku yang rasanya bergerak liar. Aku tidak mau mendengarnya lagi. Berhenti!

”So sweet bgt yah mereka. Aku jadi ngiri deh.“
Hentikan!

“Lo g liat kan waktu mereka suap suapan dikantin. Wuhh, bikin geger!”
Stop!

”Iya sih, mereka emang kelihatannya cocok kok. Kapten basket sama...“

“Stoooop!” aku sudah tidak tahan lagi. Mereka itu apa apaan sih.
Tapi baru sekarang aku menyadari tatapan membunuh dari seisi angkot dari mulai tiga cewe bergrombol itu sampai satu ibu ibu tua, dan bahkan sang sopir angkot.

”Santai aja bisa kali neng“ sindir bapak sopir angkot itu.

“Maaf” aku bergumam kecil seraya bersiap siap turun dari angkot dan menyerahkan selembar uang dua ribuan. Sudah kepalang tanggung. Udah ku stop masa iya g jadi turun.

***

Sekarang bahkan aku bertambah menyedihkan. Aku turun ditempat yang tidak ku kenal. Ini baru setengah perjalanan. Dan aku sendiri. Seperti orang ilang.

Ini bukan halte. Jadi sekarang aku benar benar bingung akan berlindung dimana karena langit mulai menumpahkan isinya kebumi. Ya tuhan.. Sial bgt sih aku ini.

Aku mulai berjalan sendirian ditengah gerimis yang dengan bangganya menyiramku dengan air. Ah itu! Aku memekik senang melihat sebuah toko yang kelihatannya sudah tidak dipakai lagi. Ini memang baru pukul tiga. Tapi entah mengapa langit menyulapnya sehingga terlihat seperti pukul lima sore. Aku benar benar takut berada disini sendirian. Apalagi langit benar benar jadi gelap karena awan mendung. Dingin sekali..

Aku meringkuk dan berjongkok sambil memeluk tubuhku sendiri dengan kedua tangan. Tak terasa aku sudah menitikkan air mata.

Kututup wajahku dengan telapak tangan. Tiba tiba saja petir menggelegar dan hujan semakin deras mengguyur bumi. Aku semakin takut. Aku benci pada petir.

“Hey, lo ngapain disini?” kudengar ada suara berat menyapaku. Aku bertambah takut. Jangan jangan dia penjahat lagi. Aku menangis semakin kencang dan mungkin saja membuat orang didepanku ini menjadi panik.

”Hey, lo kenapa?“ tanyanya lagi. Kali ini terdengar begitu lembut ditelingaku. Aku tersentak, baru menyadari bahwa suara bariton itu tak asing lagi di telingaku. Akhirnya orang didepanku ini membimbing tanganku untuk tidak menutupi wajahku yang sedang menangis.

 Aku membuka mata dan betapa senangnya aku tahu bahwa orang dihadapanku ini adalah zaro. Aku langsung berhambur kepelukannya. Sumpah, ini bukan kebahagiaan seperti saat zaro mengenai kepalaku dengan bola seperti waktu itu. Ini lebih ke kebahagiaan karena aku tidak sendiri lagi ditempat sepi ini.

“Aku takut... Huhuhu..” aku masih menangis sesenggukan dalam pelukannya.

”Iya, iya, aduh udah dong jangan nangis lagi. Kan udah ada gue” dia membujukku seraya mengelus rambut panjangku. Dan berkat itu pula aku menjadi sedikit lebih tenang.
Setelah cukup lama aku melepaskan pelukannya dan menatapnya kikuk. Dia mengusap sisa sisa air mataku. Uh, dia romantis sekali ya. Aku masih menatapnya dalam diam.

”Lo gimana bisa ada disini?“ tanyanya penasaran. Karena pertanyaanya barusan mau tidak mau akhirnya aku mengingat kejadian tadi. Dan yang paling mencolok adalah percakapan cewe cewe tadi yang uhh, sumpah buat aku jeles bgt. Aku menatap zaro sambil cemberut. Hey, apa hak ku untuk cemburu?

“Kenapa?” tanyanya menatap gelagat aneh pada diriku.

”Gak papa“ jawabku singkat.

“Yaudah kalo g mau cerita” katanya menyerah. Sejenak rasa bersalah menyergap masuk ke hatiku. Ah, andai aja dia tau kalo aku cemburu sama dia...

Kami berdiri berdua menunggui hujan yang tak kunjung reda. Sesekali aku curi curi pandang kearahnya. Dia terlihat begitu keren dngan rambut setengah basah yang berantakan.

”Oh ya, lo kan yang sering nonton anak anak basket latian kan? Nama lo siapa?“ tanyanya masih dengan tatapan lurus kedepan.

TOWEWENG! Jadi ceritanya aku ketangkep basah nih?

“Ah enggak, cuma kebetulan lewat aja kok!” aku beralibi. Eh tunggu, bukannya waktu itu dia juga sudah pernah menanyakan namaku? Jadi dia lupa nih? Jadi percuma nih waktu itu tereak tereak? Huh, cowo ganteng emang suka semena mena.

“namaku grita. Agrita vion permana. Kalo nama lo?” ya ampun suer ini alibi banget. Masa tanya nama? Seseantero sekolah juga tau lah kalo namanya zaro. Apalagi aku yang notabene nya adalah fans fanatiknya diakedengarannya sumbang pasti tau lah, bahkan sampai ke marga marga nya sekalipun. Yah, maksud aku sih supaya nggak keliatan bgt kalo ff nya dia(baca= fans fanatik)

”Lo beneran g tau nama gue?“ tatanya heran, tapi lebih tepatnya sih meremehkan. Ihh, dia sombong sekali ya guys.

“Lo pikir lo terkenal disekolah?”

”Emang gitu kan nyatanya?“ dia berkata dengan pedenya. Uhh, dasar.

“Ya udah kalo emang g tau. Gue kasih tau. Nama gue Qizarro Adnan Putra. Atau biasa dipanggil Zaro. Jelas?” aku manggut manggut pura pura baru tahu.

”udah reda nih, gue anter lo pulang“ ha? Yah.. Padahal aku masih betah berlama lama dengan mahluk tuhan yang tampan itu.

“G usah deh. Gue pulang naik angkot aja” kataku sedikit gengsi. Yah maklumlah.. Cewe kan emang gengsian orangnya.

”Yaudah gue pulang duluan“ apaaa? Kok tega sih? Padahal maksudku kan nggak gitu. Aduh, ini gimana? Aku menatap zaro yang sudah masuk kedalam mobil sport berwarna merah menyalanya. Lalu melajukan mobilnya meninggalkanku sendiri lagi disini.

“Dasar, cowo sarap! G punya perasaan. Nyebelin ngeselin. Ihhh... Zaro kelainan!” umpatku kesal. Ini diluar dugaan. Padahal kan aku pengennya dia maksa aku buat pulang bareng. Ih dasar cowo aneh! Nyebelin! Aku kembali menatap jalan berharap ada taksi atau angkot yang lewat. Tapi nihil. Jalan ini sepi banget. Huwaaa.. Mamaa.. Tak henti hentinya aku mengumpat pada cowo saiko itu.

”Huh dasar. Tampangnya aja malaikat! Bego. Zaro bego!!“

“Udah ngatainnya?” aku menoleh kebelakang tepat kesumber suara. Ha? Zaro? Gimana bisa? Aku menatapnya tak percaya. Atau ini cuma halusinasiku saja?

”Kenapa sih setiap cewe selalu ngomong yang bukan sebenernya? Mulut sama hati beda ya..“ ia berkata seakan menyindirku. Aku yang memang merasa bersalah hanya diam dan menunduk mendengarnya berbicara tanpa protes sedikitpun.

“lo pikir gue setega itu ninggalin lo sendirian disini? Gue masih punya perasaan kali. Yuk pulang” dia meraih tanganku. Bukan untuk menggenggam tanganku dengan romantis seperti di ftv yang biasa kutonton. Melainkan lebih kepemaksaan. Dia terus saja menyeretku sampai dimobilnya yang diparkirkan jauh dari tempatku berdiri tadi.

”Masuk!“ parintahnya dingin . Aku jadi semakin merasa bersalah karena telah memaki maki nya tadi. Dan tanpa aba aba lagi, aku menuruti perintahnya dengan suka rela.
Dalam perjalanan menuju rumahku dia hanya diam tanpa bertanya apapun. Selain menanyakan dimana alamat rumahku. Aku juga enggan mengajaknya bicara. Sejujurnya aku takut kena semprot lagi.
Ckiitt..

“Ini rumah lo?” tanyanya ketika sudah sampai didepan rumah besar berpagar biru keunguan yang sejujurnya bukan rumahku.

”Bukan maju dikit. Itu yang pagernya warna coklat“ ujarku tak kalah dingin.
Kemudian dia memajukan lagi mobilnya dengan pelan. Kali ini dia berhenti didepan rumah besar berpagar coklat yang benar benar rumahku.

Aku belum juga turun saat mobilnya bahkan sudah berhenti lima menit yang lalu. Aku ingin mengatakan sesuatu.

“Maaf” ujarku sambil menunduk. Aku sadar tak seharusnya aku juga diam menanggapi sifat dinginnya itu. Ini kesempatan emas yang langka untuk mendekatinya. Jadi tidak boleh aku sia siakan begitu saja.

“Udah masuk sana” perintahnya lagi. Tapi untuk kali ini aku tak menanggapi dan yanya duduk manis dalam mobilnya.

”Aku g mau turun sebelum kamu maafin aku“ sahutku cepat. Dia berdecak sebal. Lalu menoleh kearahku. Kemudian tanpa kusadari tangannya terjulur untuk mengacak acak rambut halusku.

“Dasar keras kepala. Iya gue maafin. Cepet sana masuk.” aku tersenyum. Lalu membuka pintu mobilnya dan melesat keluar.

”Hati hati yah.. Jangan ngebut“ aku berpesan dengan nada imut yang sebenarnya kubuat buat. Tapi semoga saja tidak terlihat kentara. Kulambaikan tanganku dan mulai berdadah dadah ria. Dia membalas lambaianku lalu menggas mobilnya pelan.

Setelah mobilnya lenyap tak terlihat lagi di tikungan, aku segera bergegas masuk, menghidupkan water heater lalu segera pergi mandi. Ini sudah jam lima. Tak terasa aku sudah menghabiskan waktu dua jam penuh bersama zaro. Hm.. Dua jam yang manis.

Esoknya, aku berangkat kesekolah dengan hati berbunga bunga. Semangat sekali dan tak sabar untuk bertemu zaro. Tadi, aku bangun pagi pagi sekali untuk membuatkan zaro sepiring nasi goreng spesial. Spesial? Haha, jelas saja. Karena aku membuatnya dengan cinta. Sudah sudah tidak usah berlagak ingin muntah seperti itu. Namanya juga orang sedang kasmaran. Hihi..
Aku berjalan sambil bernyanyi riang. Dan benar saja, saat aku tiba dilapangan basket, cowo itu sudah bergelut lagi dengan bola orange.

Plok plok plok..

Aku bertepuk tangan heboh tatkala zaro memasukkan bola itu kedalam ring dan langsung masuk. Well, zaro memang luar bisa deh.

Mendengar suara tepu tanganku yang kelewat keras itu zaro menoleh. Lalu beberapa detik kemudian mengangkat kedua sudut bibirnya ke atas membalas senyuman yang dari tadi kupamerkan.

Aku melambaikan tangan mengisyaratkannya untuk datang kepadaku. Dia mengernyit heran tapi tetap menuruti apa mauku. Saat dia sudah berada dihadapanku, aku segera mengambil sapu tangan pink ku dan mengusapkan keseluruh wajah serta lehernya yang telah basah oleh keringat. Tapi diluar dugaanku, dia justru menghalangiku untuk melakukannya. Tatapan ramahnya berubah waswas mengawasi seluruh sudut sekolah.

“Ada apa?” tanyanya tanpa basa basi. Aku mengernyitkan kening heran.

”Ini aku bawa bekal buat kamu. Umm.. Sebagai ungkapan trimakasih buat yang kemaren“ aku menunjukkan kotak bekal berwarna hijau mudaku padanya. Dia tampak ragu ragu untuk menerimanya.


“Umm, makasih. Aku makan nanti. Kamu kekelas gih” loh loh loh? Kok ngusir sih?

Friday, May 24, 2013

Satu Jam Saja



Satu jam saja
By : Ifana devii Mumtahana



Jangan berakhir..
Karena esok takkan lagi..
Satu jam saja.. kuingin diam berdua..
Mengenang yang pernah ada..


Aku kembali terduduk disini. Memandangi langit senja yang masih saja memamerkan semburat jingganya yang begitu indah. Suara gemuruh ombak menjadi backsound yang takkan pernah ada akhirnya. Pasir putih pantai menjadi alas tempatku duduk.

Lama aku terdiam menikmati indahnya langit sore yang lembut. Merasakan hangatnya matahari senja yang menyinari tubuhku. Sayup sayup terdengar suara daun kelapa yang saling bergesekan akibat tertiup angin.

Mataku terpejam sejenak seiring berpulangnya raja siang ke peraduannya. Ini suasana teromantis yang pernah aku rasakan. Kembali kubuka mataku. Lalu tersenyum menyadari sang mentari hanya tinggal terlihat setengahnya. Ah.. andai kamu disini. Pasti akan terasa sempurna.

Aku ingin bermain air!

Kulangkahkan kakiku menuju bibir pantai. Merasakan  angin senja menerpa tubuhku dengan lembut. Kubiarkan bajuku basah oleh air laut yang hangat. Aku benar benar ingin mengenangnya.

Perlahan memori itu satu persatu muncul memenuhi alam fikiranku. Berloncatan. Saling  berdesak ingin segera aku ingat. Sedikit memberikan efek nyeri pada dadaku.

Lalu tanpa terasa air itu meluncur dari kedua pelupuk mataku. Satu, dua, hingga membentuk anak sungai kecil dikedua belah pipiku.

Kamu menggangguku lagi!

Belum puaskah dia hanya dengan menggoreskan luka diulu hatiku? Masih kurang? Kenapa begitu tega?

Kamu telah pergi dari kehidupanku. Kamu telah meninggalkan berjuta harapan  dan cita cita yang telah tertata rapi dalam fikiranku. Kamu menghancurkan semuanya. Kamu pergi. Tapi kenapa tak lekas pergi dari ingatanku?

Kamu jahat!


Jangan berakhir..
Karena esok takkan lagi..
Satu jam saja.. hingga kurasa bahagia..
Mengakhiri  segalanya..

“apa hal yang paling kamu inginkan didunia ini?” dia bertanya begitu lirih ditelingaku. Aku mengerutkan kening bingung. Pertanyaannya aneh sekali..

“tentu aja kamu. Kenapa nanya gitu?” aku benar benar bukan tipikal orang yang pandai menyembunyikan ekspresi. Aku akan dengan mudah merasa penasaran bila ada sedikit saja hal yang mengganggu fikiranku.

“aku sayang kamu” aku tersentak kaget, bukan karena dia menyatakan rasa sayangnya. Bukan juga karena dia berkata secara tiba tiba di telingaku. Tapi..

“kamu kok aneh banget sih hari ini. Kamu g lagi sakit kan?” aku menyentuh dahinya dengan telapak tanganku. Ini benar benar kejadian langka.

Tadi, pagi pagi sekali, dia sudah beretengger manis di depan jendela kamarku sewaktu aku bangun tidur. Lalu menarik tanganku untuk pergi. Padahal aku belum beres beres. Jangankan beres beres, menyentuh airpun aku belum melakukannya. Tapi yang namanya dia, pasti akan memaksakan apa yang menjadi kehendaknya. Untung saja tadi aku ngeyel meminta cuci muka dan bersiap siap dahulu. Coba kalau tidak, entah wajahku akan terlihat seperti apa sekarang ini.

Jadilah sekarang ini aku bolos sekolah dan kabur dari rumah bersama dia. Padahal hari ini aku ada ulangan bahasa inggris. Dasar!

“ayo main air!” serunya girang seperti anak kecil. Dia sudah berlari mengejar  ombak di depan sana. Sedangkan aku masih terduduk disini sambil memandangi tingkah anehnya yang membuatku bingung. Dia mengabaikan semua pertanyaanku. Dia berlaku sesuka hatinya. Ada apa ini sebenarnya?


Tapi kini tak mungkin lagi..
Katamu.. semua sudah tak berarti..
Satu jam saja..  Itupun tak mungkin..
Tak mungkin lagi..


“Kamu kerumah sakit sekarang ya.. Dia kritis!” aku merasakan berbagai jenis pisau telah menyayat nyayat hatiku dengan kasar. Begitu ngilu, begitu sesak, dan seakan membuatku mati rasa. Beberapa detik aku hanya melewati waktu dengan diam. Berusaha mencerna informasi yang baru saja aku dapatkan. Berusaha mengerti, berusaha memahami. Dan berusaha untuk… tegar!

Baru setelah aku sadar, semua orang disini sedang menatapku iba.

Aku menyambar tasku yang tergeletak di atas meja. Berusaha mengabaikan tatapan terkejut mereka. Berusaha tak menghiraukan satpam yang berteriak teriak mengumpat  tindakan melanggar  tata terbib yang baru saja aku lakukan. Aku tak perduli!

Buru buru ku stop taksi yang kebetulan lewat didepan sekolahku. Lalu dengan tergesa gesa mengatakan tempat tujuanku pada sang sopir.

“cepat pak.. Cepat!!” perintahku.

Setelah sampai, kuserahkan selembar uang  50ribuan  pada sopir itu. Lalu buru buru keluar dari mobil dan menutup pintunya dengan asal. Kulankahkan kakiku menuju ruang UGD yang sekarang ini tengah dihuni oleh laki laki yang teramat sangat kusayangi.

Dan kali ini aku melihatnya. Melihat dia yang sedang dalam keadaan ‘tidak baik baik’ saja. Itupun hanya melalui jendela kecil. Aku sudah berulang kali memohon agar di izinkan untuk masuk. Aku ingin melihatnya. Aku ingin memberikan sedikit kekuatan agar dia bertahan. Tapi kenapa semua orang  disini menentangku? Kenapa mereka semua tidak memperbolehkanku? Kenapa melarang?
Aku kembali menatapnya dari jendela sialan ini. Matanya terpejam erat penuh kedamaian. Walaupun disana sini dapat terlihat banyak luka lebam dan goresan kecil. Belum lagi alat alat yang menempel di tubuhnya.
Aku.. aku tidak tahan!
Kubiarkan saja air mata ini meleleh turun membasahi pipiku. Aku sedang berduka? Tidak adakah yang bisa memahami? Sedikit saja turut merasakannya? Meredakan nyeri didadaku?

Jangan berakhir..
Kuingin sebentar lagi.. Satu jam saja..
Izinkan aku merasa..
Rasa itu pernah ada..


Aku hanya bisa terdiam menyaksikan orang orang berseragam putih itu melepaskan semua selang yang tertempel ditubuhnya. Semuanya seakan mengalir. Mati rasa. Sudah terlampau banyak butir air mata itu terjatuh dari mataku. Sehingga saat ini tak ada lagi yang bisa kulakukan. Menangispun rasanya percuma saja.

Aku menatapnya dengan pandangan kosong. Sedangkan semua orang disekitarku menangis, menjerit, meronta menyaksikan seorang berseragam putih itu menutup seluruh tubuhnya serta wajah tampan nya dengan kain putih bersih.

Aku lelah, aku ingin segera beranjak pergi dari tempat menyedihkan ini. Bagaimana mungkin dia hanya diam saja ketika tubuhnya ditutup kain laknat itu. Aku ingin memarahinya. Aku ingin mengatainya dengan mulutku seperti biasanya. Tapi bisakah kulakukan semua itu sedangkan dia hanya diam tak merespon apapun.


Jangan berakhir..
Karena esok takkan lagi..
Satu jam saja.. hingga kurasa bahagia..
Mengakhiri  segalanya..


Aku menikmati pantai ini. Airnya, pasirnya, langitnya, masih saja sama seperti saat terakhir kali aku kemari bersama dia. Rasanya bayangan banyangan kejadian yang sudah berlalu itu kembali melesak keluar dari fikiranku. Seperti magnet yang terus menarikku agar mengikuti alurnya.

Dan akupun dapat melihat bayangan kita yang sedang berlari mengejar ombak dengan bahagia. Saling menyampaikan rasa melalui bahasa tubuh yang tersirat.

Tapi tunggu, apa itu kamu? Aku melihatmu. Kau melambaikan tangan mengajak ku bermain bersama gulungan ombak yang kian membesar akibat angin yang juga semakin kencang. Hei, kamu ingin aku menyusulmu? Kamu ingin aku bermain bersamamu?

Oke aku akan segera menyusul dan menemanimu disana. Tunggu aku ya..

Aku terus berjalan lebih dalam lagi ke laut lepas. Tak perduli pada air yang kian menelanku bersama raiaknya. Tak perduli pada suara suara orang yang tengah berteriak memanggilku di belakang sana. Sudahlah.. aku hanya ingin menyusul pacarku.. Kenapa semua orang se histeris itu?


_______________END_______________

Friday, May 17, 2013

Seperti Seharusnya (FF)




SEPERTI SEHARUSNYA!! 
By : Ifana Devi Mumtahana



Disini. Tempat yg biasa aku kunjungi bersamanya. Tempat yg kugunakan untuk berbagi suka duka dengan nya. Tempat yg menjadi saksi bisu tentang cinta yang memilukan. Disini.. 

*** 

Aku menatapnya. Mengamati dari kejauhan. Hanya sperti itu. Setiap harinya.. 

Aku tidak berharap bahwa cinta ini harus terbalaskan. Cintaku tak menuntut apapun. Hanya saja, kadang hatiku merasa sakit ketika melihatnya dengan yang lain. 

Aku pernah memiliki nya. Menjadi bagian dari hari-hari nya. Mengisi setiap celah kekosongan hatinya. Pernah.. dan sekarang tidak lagi. 

Mungkin takdir memang belum mengizinkan aku untuk terus di sampingnya. Atau ada alasan lain.. Entahlah.. 

Kembali padanya. 
Dia sedang tertawa lepas dengan beberapa orang teman nya. Melihatnya tertawa seperti itu, tanpa sadar membuatku tersenyum. Entahlah, aku senang melihatnya tertawa. Itu intinya. 

Aku temannya sekarang. Entah sampai kapan. Aku harap selamanya. Ups! Bukankah aku selalu berharap lebih? Ah ya, aku mengharapkan dia untuk jadi pacarku. Yah, aku tau itu terlalu tinggi. Tak apalah.. 

Kali ini, seorang gadis datang menghampirinya. Gadis itu terlihat cantik dengan rambut yg ia biarkan tergerai begitu saja. Lalu dia berjalan beriringan dengan gadis itu. Serasi.. Ya aku harus mengakui itu :') 

Tapi sekali lagi. Kurasakan gemuruh di dadaku. Perasaan yang kujumpai hanya pada momen momen seperti ini. Rasa sakit yg teramat dalam dan memilukan. 

Aku tetap mengamatinya. Sampai dia menoleh kearahku. Lalu tersenyum. Tapi senyum itu beda. Senyumnya kali ini seakan mewakili bibirnya untuk berkata. Menyuruhku untuk berhenti menunggunya. Aku membalas senyumnya getir. 

Rasanya, aku sudah tidak tahan lagi. Tapi aku tegar. Aku percaya itu. Kupejamkan mataku perlahan. Meredakan sakit yang mulai mengacaukan pikiranku. 

Dan aku tau sekarang. Takdir memang telah membatasi hubunganku dengan nya. Hanya teman.. 

Dan sudah saatnya bagiku untuk menjalankan takdir. Menjadi temannya. Bukan pacar, atau yang lainnya. Hanya teman, SEPERTI SEHARUSNYA.. :)) 

*** 


cinta mengajarkan kita tentang cara untuk mengikhlaskan. Tanpa harus memaksakan kehendak. Karna cinta itu tulus. Tanpa paksaan :')) 

Ifana Devii 
Selasa, 16 Oktober 2012 
15:23

Wednesday, May 15, 2013

Gone (cerpen)


Gone
By : Ifana Devi Mumtahana




Seberapapun besar keinginanku, aku tetap tak bisa. Aku tak mau lagi tersulut api sendiri.. tanpamu.. 

***

"aku tak memintamu menangis. Jadi, berhentilah!"

Dia egois lagi. Aku sudah muak. Bukankah menemaninya adalah kewajibanku? Kenapa dia tak menghargai itu?

"apa pedulimu?" Ujarku berapi-api. Segera kuusap pipiku yg telah basah oleh air mata.

"aku tidak suka. Kalau mau menangis, menangis saja sana diluar"

Dengan emosi yang sudah tak bisa kukendalikan lagi, aku berlari keluar.
Brakk..
Kubanting pintu keras-keras.
***

Aku terduduk disebuah bangku panjang ditengah taman kota, dengan banyak bungkus es krim yg tergeletak disebelahku.

Sekelilingku sepi. Hanya kutemui beberapa pasang muda mudi, yg berjalan melewatiku.

Udara lembab sehabis hujan seperti ini memang favoritku. Walau sedikit membuatku menggigil karena dinginnya.
Hujan telah berhenti, tp awan hitam masih menjalankan tugasnya menaung indah disekitar atasku.

"dingin-dingin makan es krim"
aku menoleh kaget kesumber suara.
Seora laki-laki dengan jaket hitam yg melekat hangat ditubuhnya.

"gue pengen. Masalah?"

"enggak sih. Terserah lo aja" laki-laki itu lantas duduk disebelahku. Lama ia terdiam, setelah akhirnya mengambil salah satu es krimku dan membukanya.

"hey, itu es krim gue!" ucapku sewot seraya membenahi es krim es krimku yg lain.

Laki-laki itu menoleh, tersenyum manis, lalu mulai menjilati es krim coklat milik ku. Tadi, dia bilang dingin-dingin tidak boleh makan es krim, tapi dia sendiri malah memakan nya. Aneh..

Kami menikmati es krim masing-masing dalam diam.


Aku dan dia sama sama telah menghabiskan sebungkus es krim.

Aku membuka satu lagi, dan mulai memakan nya. Tapi, dia tidak. Dia tetap diam, dengan pandangan lurus ke depan.

"Lo pasti lagi ada masalah"

uhuk uhukk..
Aku menoleh kaget kearahnya. Bagaimana bisa dia tau?

"santai aja makan nya. Gue g berniat minta lagi kok.. Dingin.."
dia berbicara dengan santainya. Jari jari tangan nya mulai menyusuri sekitar bibirku yg belepotan. Diusapnya sambil tersenyum.

"jangan benci dia. Walau dia sering menyakitimu, percayalah.. Dia akan terus menjadi bagian dari hari harimu. Sampai akhir." dia kembali berbicara seolah di tau segala apa yg sedang ku fikirkan.

"gimana lo bisa tau? Elo.. Elo paranormal?" aku bertanya dengan nada curiga.

Berbalik denganku, dia malah tersenyum penuh arti. Mata hitam nya menyorot tajam ke manik mataku. Tapi, sedetik kemudian, mata tajam itu menatapku teduh. Baru kusadari dia amat tampan..

"gue harus pergi. Gue harap bisa ketemu lo lagi dilain waktu" Dia berdiri dan berjalan meninggalkanku yg masih termangu.

Aku menatap punggunya yg kian menjauh dengan mata berbinar binar.
***

ceklekk..

Klontang-klontang-gedebuk-pyarr.

Sepertinya suara itu berasal dari dapur. Aku segera berlari kesana. Benar saja..

"hey, lama sekali kau pergi? Aku lapar"
aku tersenyum. Entah bagaimana. Semua kekesalanku tadi menghilang.

Dapur, ini sudah tak berbentuk. Alat alat sudah banyak berserakan dilantai. Seperti kapal pecah.

Aku segera mendekat pada laki laki bertubuh tegap yg tak lain adalah suamiku sendiri. Kuambil alih pekerjaan nya. Rupanya dia sedang memasak mie instan.

"tadi, aku lapar sekali. Tapi tidak ada apapun dimeja makan. Akhirnya aku masak mie" aku menoleh kearahnya. Dia nyengir. Cengiran yg khas :)

Masih dengan tersenyum, kupindahkan mie yg sudah matang dari panci ke mangkuk.
Lalu membawanya kemeja makan. Die mengekoriku dari belakang.

Dengan lahap dia mulai memakan mie itu. Aku hanya duduk menatapnya sambil tersenyum.

"mau?" tawarnya. Aku mengangguk. Dia menyuapiku, lalu ku terima dengan senang hati.

"Aaa.. Panas.. Huhuhuh"

"hahaha, makanya ditiup dulu. Welk.."
aku cemberut
***

Dia suami yg sangat kucintai. Walau kadang menjengkelkan.

Dan mungkin inilah alasan mengapa aku tak bisa berpaling. Tak bisa pergi. Tak bisa meninggalkan nya. Karna dia suamiku :')
Walau tak pernah ada kata maaf setelah bertengkar, tapi dia selalu bisa mengembalikan suasana seperti sedia kala.

oh iya.. Laki-laki ajaib tadi.. Siapa yah dia?
Ah.. Siapapun dia, kuucapkan banyak trimakasih.. :DD
*** 




ifana devii 
22 Januari 2013 
09:31

 Suka ·  ·