Zaro
By: Ifana Devi Mumtahana
Hei,
kenalin namaku grita. Agrita vion permana. Ya ya, aku ngerti hidup aku sekarang
ini cuma lagi berkutat sama buku diari. Bukan gimana gimana sih, tapi kalian
pasti tau kalo aku lagi.. Maybe.. Jatuh cinta.
Oke,
bukannya aku g punya temen atau apa yang bisa dijadiin temen curhat, tapi emang
rasanya nggak ngeh bgt ngomongin orang yg aku taksir sama mereka. Paling
tanggepannya g bakal jauh jauh dr “kayaknya g mungkin deh, mending lo pindah
kelain hati” ya.. Kurang lebih begitu.
Tapi, hellow, kalo aku naksirnya sama cowo
yang biasa biasa aja mana seru men. G ada tantangannya. Justru itu tuh, aku
harus berusaha ngambil hatinya doi walau pastinya bakal banyak banget rintangan
yang menghadang.
Em,
aku ini siswa di salah satu sekolah menengah atas di bandung yang lagi duduk
dibangku kelas2. Aku bukan siswi popular disekolahku karena aku bukan termasuk
anggota cheelidersーdisekolah ini setiap anggota
chiliders akan sangat popular dan dipuja puja. Sama kayak kebanyakan sekolah
lain diseluruh jagat raya, disekolah ini yang namanya ekskul chiliders pasti gandengannya
anak ekskul basket.
Dan
disinilah letak kelemahanku. Kalian pasti tau kayak apa penampilan seorang
anggota chiliders bukan? Yang pastinya
seksi dan menggoda. Pake rok 10 cm diatas lutut, dua kancing teratas seragam
terbuka dan pasti bibir basah yang setia 10 menit sekali diolesi lipglos agar
selalu terlihat mengkilat dan menantang. Iyuh!
Aku
mungkin memang bukan anggota chiliders, tapi setidaknya penampilanku tidak jauh
jauh dari mereka. Aku selalu memakai rok lima cm diatas lutut tetapi dengan
kaos kaki panjang tentunya. Dan ya, aku juga membuka dua kancing seragamku.
Tapi aku juga tidak selebai mereka dengan mengolesi bibir menggunakan lipgloss
setia sepuluh menit sekali. Aku cukup memakainya setiap akan berangkat
kesekolah saja.
Jadi
bisa disimpulkan kalo aku ini siswi yang g punya ekskul apa apa tapi cukup
beken karena aku cantik. Hello, aku sedang tidak menyombongkan diri ya.. Pada
kenyataanya aku memang cantik. Terbukti karena ada salah satu kakak kelasku
yang cukup terkenal pernah nembak aku.
Tapi
aku segera menolaknya. Hey, kalian ingat aku sedang dalam masa pemulihan karna
sakit hati waktu cowok yang kutaksir dengar dengar sedang pedekate dengan salah
satu anggota cheers. Bukankah aku sangat setia?
Mungkin
aku akan menceritakan lebih banyak lagi kalau saja bel sekolahku yang terkutuk
itu tidak bernyanyi nyanyi riang. Jadi kesimpulannya aku harus bergegas sebelum
pintu gerbang sekolahku yang berwarna norak itu tertutup dan memaksaku harus
berdiri didepan tiang bendera selama dua jam penuh. Oke, aku tidak ingin itu
terjadi maka sekarang juga aku harus berlariii.........
”Hosh..
Hosh“ nafasku masih terengah engah karena acara berlariku tadi yang demi tuhan
sama sekali nggak keren. Aku membungkukkan badan dan mulai mengatur ritme
nafasku agar kembali normal. Setelah berhasil , barulah aku berjalan menyusuri
koridor sekolah yang mulai sepi.
Kelasku
berada digedung lantai dua yang berada diseberang lapangan basket. Itu artinya
aku akan melewati lapangan basket yang biasanya pada pagi hari seperti ini
sedang dihuni mahluk mahluk kece yaitu anggota tim basket yang sedang berlatih.
Biasanya, sebelum melangkahkan kaki menuju kelas, aku selalu menyempatkan diri
untuk menyaksikan malaikatku bergumul dengan bola basket di lapangan itu. Aku
selalu suka melihat dirinya yang telah basah oleh keringat. Apalagi bila sedang
beruntung aku akan mendapat pemandangan indah saat dia membuka kaosnya dan
memperlihatkan lekuk tubuhnya yangーsumpah
demi apaー terlihat teramat sangat seksi
sekali. Oke kembali kedunia nyata. Sekarang ini yang kulakukan hanyalah
berjalan sambil berdoa semoga saja malaikatku masih berada dilapangan. Syuku
syukur kalau dia sedang dalam keadaan seksi badai itu. Wiih.. Aku tidak sabar
untuk sampai kelapangan basket.
Tapi
sekali lagi aku harus menanggung kecewa karena sang malaikat sudah tak berada
disana. Lapangan basket itu sudah tak berpenghuni lagi. Aku merutuki
ketidakberuntunganku akibat aku datang telat.”pokoknya besok aku harus datang
lebih pagi“ tekadku dalam hati. Tentu saja karena aku tidak mau melewatkan
momen indah cuci mata yang menyejukkan jiwa itu. Aku harus melihat di.....
Dukk..
“aww..“
Pekikku tertahan karena baru saja ada sesuatu yang mendarat dikepalaku. Aku
menunduk mencari tau apa yang tadi jatuh mengenai kepalaku. Tidak jauh dari
tempatku berdiri tergeletak sebuah bola berkulit orange. Aku segera
mengambilnya. Pikiranku entah mengapa tertuju pada seseorang. Dengan was was
aku memikirkan bola siapa ini. Jangan jangan..
“Sori,
gue g sengaja. Lo g papa kan?” aku mendongak menatap.. Hah! Ya tuhan.. Ini
nyata atau mimpi? Setidaknya jika ini hanya mimpi, jangan bangunkan aku dulu.
Aku
hanya bisa menatapnya tak percaya sambil memegangi bola orange ditanganku. Aku
tidak tau apakah sekarang ini aku sedang melongo atau tidak, atau bahkan aku
sudah mengeluarkan air liurku dengan wajah mupeng?
Oh
god aku tidak percaya dengan penglihatanku kali ini. Ternyata dilihat dengan
jarak sedekat ini malaikat ku itu jauh lebih seksi. Apalagi bau maskulin yang
tercium melalui indra penciumanku ini sungguh menggoda.
Pantas
saja banyak anggota cheers yang sehabis latihan bersamaーdengan
tim basket tentunyaーselalu berebut untuk dapat
memberikan sebotol air mineral. Dan tentu saja inilah alasannya. Jelas karena
mereka ingin berlama lama memandangi tubuh seksi dan mencium aroma maskulin
yang secara alami keluar dari tubunya Zaro. Yah.. Itu nama malaikatku.
”Maaf,
boleh gue ambil bola gue?“ dia melirik sebentar kearah bola orange yang masih
saja berada diatanganku.
“Hey,
lo gak papa kan?” aku terkesiap lalu dengan gugup menyerahkan bola itu
ketangannya. Kemudian dia menatapku dengan tatapan yang entah mengandung makna
apa. Lalu tersenyum kearahku. Dan aku seakan terhipnotis pada senyumnya yang
menawan. Itu terjadi cukup lama sebelum...
”Zaro!
Cepet woy!“ salah satu anggota tim lain berseru memanggilnya.
Dia
menoleh dan berdecak sebal. Kemudian pergi begitu saja dari hadapanku. Uhh,
tidak sopan sekali. Seharusnya kan dia...
“Hei,
nama lo siapa?” dia berbalik lagi kearah tempatku berdiri.
”Grita“
jawabku cukup keras. Well, itu memang sengaja kulakukan agar dia mendengar
dengan jelas dan setidaknya, yah mengetahui namaku.
“oke
grita. Sorry yah yg tadi. Umm, see you“ aku memperhatikan kepergiannya cukup
lama. Hello, dewi fortuna pasti sedang ada disampingku saat ini. Uhh, aku
beruntung sekali.
Eh
btw, tadi dia berkata maaf buat yang tadi ya? Hah, maksutnya? Yampun, dia
romantis sekali.. Padahal tadi itu bukan suatu kesialan untukku, justru malah
sebaliknya. Aku rela deh kejatuhan ring basket kalo dia bisa jadi seperhatian
itu padaku. Huh, dia benar benar!
Eh
tapi kan kalau dia memang benar benar mengkhawatirkanku, seharusnya dia
mengantarku ke uks sekarang. Tidak malah membiarkanku berjalan kekelas
sendirian seperti ini.eh, eh, apa sih yang aku pikirkan? Yang seperti tadi saja
sudah merupakan kemajuan. Sebaiknya aku bersyukur, bukan malah menuntut lebih
seperti ini.
***
Hari
ini aku mengikuti pelajaran dengan hati yang gembira. Haha, kalau aja setiap
pagi terjadi best moment kaya tadi, aku jamin deh pasti bakal bisa masuk
peringkat tiga besar. Well, aku bakal lebih semangat pergi kesekolah dan lebih
sering memcatat. Pokoknya bakal jadi hobby deh kesekolah.
Saking
semangatnya aku ikut pelajaran, sampai sampai aku nggak sadar kalo ini udah jam
terakhir. Berarti setengah jam lagi bel pulang sekolah bakal dibunyiin.
***
Sudah
dua hari ini tragedi kena bola itu tidak terulang. Aku juga udah jarang bgt
ketemu sama malaikat tampan tak bersayap itu. Huh, aku jadi males ngapa ngapain
kalo kaya gini ceritanya.
Aku
berjalan gontai keluar dari kelas. Rasanya lesu bgt seharian g liat zaro.
Bawaannya mata jadi sepet.
Terpaksa
hari ini aku harus ngangkot. Tadi, ibu menelfon bahwa dia ada meeting mendadak
dengan klien. Jadi nggak bisa jemput aku kaya biasanya.
Aku
menunggu angkot dihalte dekat sekolahku. Disana aku tidak sendirian. Ada tiga
cewe bergerombol dipojok halte yang terlihat sedang asik membahas sesuatu. Aku
tidak sepenasaran itu untuk menguping pembicaraan mereka. Tapi, sekilas ada
nama zaro disebut sebut. Aku hendak mendengarnya lebih lanjut kalo saja tidak
ada angkot yang dari tadi aku tunggu. Angkot itu berhenti tepat didepan aku
berdiri. Aku segera memasukinya, tapi tiga cewe bergrombol itu menghalangiku
dan menyerobot masuk terlebih dahulu. Aku sih mengalah aja sama mereka, toh
rumahku tidak jauh jauh bgt. Paling cuma jarak lima km.
Didalam
angkot, ketiga cewe yang aku yakin satu sekolah dnganku itu masih saja
menggosip tanpa memperdulikan sekitar. Samar samar aku dengar pembicaraan
mereka.
“Eh,
zaro lagi deket ya sama jane?” tanya salah satu dari mereka yang memakai
cardingan berwarna abu abu. Aku kontan melotot mendengarnya. Gawat. Jane itu
kapten cheers. Aku akan sangat sulit bersaing dngannya.
”Kayaknya
sih gitu. Kemarin aku liat mereka pulang bareng“ jawab cewe satunya yang
berambut keriting. Oh tidak! Aku merasakan hawa panas yang tiba tiba saja
menjalar masuk ketubuhku.
“aku
juga liat kemaren zaro minjemin jane jaket waktu tuh cewe ketumpahan jus”
sambung cewe satunya yang kelihatannya chinees bila dilihat dari matanya yang
sipit sipit gitu. Aku kembali mengatur degup jantungku yang rasanya bergerak
liar. Aku tidak mau mendengarnya lagi. Berhenti!
”So
sweet bgt yah mereka. Aku jadi ngiri deh.“
Hentikan!
“Lo
g liat kan waktu mereka suap suapan dikantin. Wuhh, bikin geger!”
Stop!
”Iya
sih, mereka emang kelihatannya cocok kok. Kapten basket sama...“
“Stoooop!”
aku sudah tidak tahan lagi. Mereka itu apa apaan sih.
Tapi
baru sekarang aku menyadari tatapan membunuh dari seisi angkot dari mulai tiga
cewe bergrombol itu sampai satu ibu ibu tua, dan bahkan sang sopir angkot.
”Santai
aja bisa kali neng“ sindir bapak sopir angkot itu.
“Maaf”
aku bergumam kecil seraya bersiap siap turun dari angkot dan menyerahkan
selembar uang dua ribuan. Sudah kepalang tanggung. Udah ku stop masa iya g jadi
turun.
***
Sekarang
bahkan aku bertambah menyedihkan. Aku turun ditempat yang tidak ku kenal. Ini
baru setengah perjalanan. Dan aku sendiri. Seperti orang ilang.
Ini
bukan halte. Jadi sekarang aku benar benar bingung akan berlindung dimana
karena langit mulai menumpahkan isinya kebumi. Ya tuhan.. Sial bgt sih aku ini.
Aku
mulai berjalan sendirian ditengah gerimis yang dengan bangganya menyiramku
dengan air. Ah itu! Aku memekik senang melihat sebuah toko yang kelihatannya
sudah tidak dipakai lagi. Ini memang baru pukul tiga. Tapi entah mengapa langit
menyulapnya sehingga terlihat seperti pukul lima sore. Aku benar benar takut
berada disini sendirian. Apalagi langit benar benar jadi gelap karena awan mendung.
Dingin sekali..
Aku
meringkuk dan berjongkok sambil memeluk tubuhku sendiri dengan kedua tangan.
Tak terasa aku sudah menitikkan air mata.
Kututup
wajahku dengan telapak tangan. Tiba tiba saja petir menggelegar dan hujan
semakin deras mengguyur bumi. Aku semakin takut. Aku benci pada petir.
“Hey,
lo ngapain disini?” kudengar ada suara berat menyapaku. Aku bertambah takut.
Jangan jangan dia penjahat lagi. Aku menangis semakin kencang dan mungkin saja
membuat orang didepanku ini menjadi panik.
”Hey,
lo kenapa?“ tanyanya lagi. Kali ini terdengar begitu lembut ditelingaku. Aku
tersentak, baru menyadari bahwa suara bariton itu tak asing lagi di telingaku.
Akhirnya orang didepanku ini membimbing tanganku untuk tidak menutupi wajahku
yang sedang menangis.
Aku membuka mata dan betapa senangnya aku tahu
bahwa orang dihadapanku ini adalah zaro. Aku langsung berhambur kepelukannya.
Sumpah, ini bukan kebahagiaan seperti saat zaro mengenai kepalaku dengan bola
seperti waktu itu. Ini lebih ke kebahagiaan karena aku tidak sendiri lagi
ditempat sepi ini.
“Aku
takut... Huhuhu..” aku masih menangis sesenggukan dalam pelukannya.
”Iya,
iya, aduh udah dong jangan nangis lagi. Kan udah ada gue” dia membujukku seraya
mengelus rambut panjangku. Dan berkat itu pula aku menjadi sedikit lebih
tenang.
Setelah
cukup lama aku melepaskan pelukannya dan menatapnya kikuk. Dia mengusap sisa
sisa air mataku. Uh, dia romantis sekali ya. Aku masih menatapnya dalam diam.
”Lo
gimana bisa ada disini?“ tanyanya penasaran. Karena pertanyaanya barusan mau
tidak mau akhirnya aku mengingat kejadian tadi. Dan yang paling mencolok adalah
percakapan cewe cewe tadi yang uhh, sumpah buat aku jeles bgt. Aku menatap zaro
sambil cemberut. Hey, apa hak ku untuk cemburu?
“Kenapa?”
tanyanya menatap gelagat aneh pada diriku.
”Gak
papa“ jawabku singkat.
“Yaudah
kalo g mau cerita” katanya menyerah. Sejenak rasa bersalah menyergap masuk ke
hatiku. Ah, andai aja dia tau kalo aku cemburu sama dia...
Kami
berdiri berdua menunggui hujan yang tak kunjung reda. Sesekali aku curi curi
pandang kearahnya. Dia terlihat begitu keren dngan rambut setengah basah yang
berantakan.
”Oh
ya, lo kan yang sering nonton anak anak basket latian kan? Nama lo siapa?“
tanyanya masih dengan tatapan lurus kedepan.
TOWEWENG!
Jadi ceritanya aku ketangkep basah nih?
“Ah
enggak, cuma kebetulan lewat aja kok!” aku beralibi. Eh tunggu, bukannya waktu
itu dia juga sudah pernah menanyakan namaku? Jadi dia lupa nih? Jadi percuma
nih waktu itu tereak tereak? Huh, cowo ganteng emang suka semena mena.
“namaku
grita. Agrita vion permana. Kalo nama lo?” ya ampun suer ini alibi banget. Masa
tanya nama? Seseantero sekolah juga tau lah kalo namanya zaro. Apalagi aku yang
notabene nya adalah fans fanatiknya diaーkedengarannya
sumbangー pasti tau lah, bahkan sampai ke
marga marga nya sekalipun. Yah, maksud aku sih supaya nggak keliatan bgt kalo
ff nya dia(baca= fans fanatik)
”Lo
beneran g tau nama gue?“ tatanya heran, tapi lebih tepatnya sih meremehkan.
Ihh, dia sombong sekali ya guys.
“Lo
pikir lo terkenal disekolah?”
”Emang
gitu kan nyatanya?“ dia berkata dengan pedenya. Uhh, dasar.
“Ya
udah kalo emang g tau. Gue kasih tau. Nama gue Qizarro Adnan Putra. Atau biasa
dipanggil Zaro. Jelas?” aku manggut manggut pura pura baru tahu.
”udah
reda nih, gue anter lo pulang“ ha? Yah.. Padahal aku masih betah berlama lama
dengan mahluk tuhan yang tampan itu.
“G
usah deh. Gue pulang naik angkot aja” kataku sedikit gengsi. Yah maklumlah..
Cewe kan emang gengsian orangnya.
”Yaudah
gue pulang duluan“ apaaa? Kok tega sih? Padahal maksudku kan nggak gitu. Aduh,
ini gimana? Aku menatap zaro yang sudah masuk kedalam mobil sport berwarna
merah menyalanya. Lalu melajukan mobilnya meninggalkanku sendiri lagi disini.
“Dasar,
cowo sarap! G punya perasaan. Nyebelin ngeselin. Ihhh... Zaro kelainan!”
umpatku kesal. Ini diluar dugaan. Padahal kan aku pengennya dia maksa aku buat
pulang bareng. Ih dasar cowo aneh! Nyebelin! Aku kembali menatap jalan berharap
ada taksi atau angkot yang lewat. Tapi nihil. Jalan ini sepi banget. Huwaaa..
Mamaa.. Tak henti hentinya aku mengumpat pada cowo saiko itu.
”Huh
dasar. Tampangnya aja malaikat! Bego. Zaro bego!!“
“Udah
ngatainnya?” aku menoleh kebelakang tepat kesumber suara. Ha? Zaro? Gimana
bisa? Aku menatapnya tak percaya. Atau ini cuma halusinasiku saja?
”Kenapa
sih setiap cewe selalu ngomong yang bukan sebenernya? Mulut sama hati beda ya..“
ia berkata seakan menyindirku. Aku yang memang merasa bersalah hanya diam dan
menunduk mendengarnya berbicara tanpa protes sedikitpun.
“lo
pikir gue setega itu ninggalin lo sendirian disini? Gue masih punya perasaan
kali. Yuk pulang” dia meraih tanganku. Bukan untuk menggenggam tanganku dengan
romantis seperti di ftv yang biasa kutonton. Melainkan lebih kepemaksaan. Dia
terus saja menyeretku sampai dimobilnya yang diparkirkan jauh dari tempatku
berdiri tadi.
”Masuk!“
parintahnya dingin . Aku jadi semakin merasa bersalah karena telah memaki maki
nya tadi. Dan tanpa aba aba lagi, aku menuruti perintahnya dengan suka rela.
Dalam
perjalanan menuju rumahku dia hanya diam tanpa bertanya apapun. Selain
menanyakan dimana alamat rumahku. Aku juga enggan mengajaknya bicara.
Sejujurnya aku takut kena semprot lagi.
Ckiitt..
“Ini
rumah lo?” tanyanya ketika sudah sampai didepan rumah besar berpagar biru
keunguan yang sejujurnya bukan rumahku.
”Bukan
maju dikit. Itu yang pagernya warna coklat“ ujarku tak kalah dingin.
Kemudian
dia memajukan lagi mobilnya dengan pelan. Kali ini dia berhenti didepan rumah
besar berpagar coklat yang benar benar rumahku.
Aku
belum juga turun saat mobilnya bahkan sudah berhenti lima menit yang lalu. Aku
ingin mengatakan sesuatu.
“Maaf”
ujarku sambil menunduk. Aku sadar tak seharusnya aku juga diam menanggapi sifat
dinginnya itu. Ini kesempatan emas yang langka untuk mendekatinya. Jadi tidak
boleh aku sia siakan begitu saja.
“Udah
masuk sana” perintahnya lagi. Tapi untuk kali ini aku tak menanggapi dan yanya
duduk manis dalam mobilnya.
”Aku
g mau turun sebelum kamu maafin aku“ sahutku cepat. Dia berdecak sebal. Lalu
menoleh kearahku. Kemudian tanpa kusadari tangannya terjulur untuk mengacak
acak rambut halusku.
“Dasar
keras kepala. Iya gue maafin. Cepet sana masuk.” aku tersenyum. Lalu membuka
pintu mobilnya dan melesat keluar.
”Hati
hati yah.. Jangan ngebut“ aku berpesan dengan nada imut yang sebenarnya kubuat
buat. Tapi semoga saja tidak terlihat kentara. Kulambaikan tanganku dan mulai
berdadah dadah ria. Dia membalas lambaianku lalu menggas mobilnya pelan.
Setelah
mobilnya lenyap tak terlihat lagi di tikungan, aku segera bergegas masuk,
menghidupkan water heater lalu segera pergi mandi. Ini sudah jam lima. Tak
terasa aku sudah menghabiskan waktu dua jam penuh bersama zaro. Hm.. Dua jam
yang manis.
Esoknya,
aku berangkat kesekolah dengan hati berbunga bunga. Semangat sekali dan tak
sabar untuk bertemu zaro. Tadi, aku bangun pagi pagi sekali untuk membuatkan
zaro sepiring nasi goreng spesial. Spesial? Haha, jelas saja. Karena aku
membuatnya dengan cinta. Sudah sudah tidak usah berlagak ingin muntah seperti
itu. Namanya juga orang sedang kasmaran. Hihi..
Aku
berjalan sambil bernyanyi riang. Dan benar saja, saat aku tiba dilapangan
basket, cowo itu sudah bergelut lagi dengan bola orange.
Plok
plok plok..
Aku
bertepuk tangan heboh tatkala zaro memasukkan bola itu kedalam ring dan
langsung masuk. Well, zaro memang luar bisa deh.
Mendengar
suara tepu tanganku yang kelewat keras itu zaro menoleh. Lalu beberapa detik
kemudian mengangkat kedua sudut bibirnya ke atas membalas senyuman yang dari
tadi kupamerkan.
Aku
melambaikan tangan mengisyaratkannya untuk datang kepadaku. Dia mengernyit
heran tapi tetap menuruti apa mauku. Saat dia sudah berada dihadapanku, aku
segera mengambil sapu tangan pink ku dan mengusapkan keseluruh wajah serta
lehernya yang telah basah oleh keringat. Tapi diluar dugaanku, dia justru
menghalangiku untuk melakukannya. Tatapan ramahnya berubah waswas mengawasi
seluruh sudut sekolah.
“Ada
apa?” tanyanya tanpa basa basi. Aku mengernyitkan kening heran.
”Ini
aku bawa bekal buat kamu. Umm.. Sebagai ungkapan trimakasih buat yang kemaren“
aku menunjukkan kotak bekal berwarna hijau mudaku padanya. Dia tampak ragu ragu
untuk menerimanya.
“Umm,
makasih. Aku makan nanti. Kamu kekelas gih” loh loh loh? Kok ngusir sih?