Sebuah kata dengan banyak makna yang tersirat

Sebuah kata dengan banyak makna tersirat

Friday, May 24, 2013

Satu Jam Saja



Satu jam saja
By : Ifana devii Mumtahana



Jangan berakhir..
Karena esok takkan lagi..
Satu jam saja.. kuingin diam berdua..
Mengenang yang pernah ada..


Aku kembali terduduk disini. Memandangi langit senja yang masih saja memamerkan semburat jingganya yang begitu indah. Suara gemuruh ombak menjadi backsound yang takkan pernah ada akhirnya. Pasir putih pantai menjadi alas tempatku duduk.

Lama aku terdiam menikmati indahnya langit sore yang lembut. Merasakan hangatnya matahari senja yang menyinari tubuhku. Sayup sayup terdengar suara daun kelapa yang saling bergesekan akibat tertiup angin.

Mataku terpejam sejenak seiring berpulangnya raja siang ke peraduannya. Ini suasana teromantis yang pernah aku rasakan. Kembali kubuka mataku. Lalu tersenyum menyadari sang mentari hanya tinggal terlihat setengahnya. Ah.. andai kamu disini. Pasti akan terasa sempurna.

Aku ingin bermain air!

Kulangkahkan kakiku menuju bibir pantai. Merasakan  angin senja menerpa tubuhku dengan lembut. Kubiarkan bajuku basah oleh air laut yang hangat. Aku benar benar ingin mengenangnya.

Perlahan memori itu satu persatu muncul memenuhi alam fikiranku. Berloncatan. Saling  berdesak ingin segera aku ingat. Sedikit memberikan efek nyeri pada dadaku.

Lalu tanpa terasa air itu meluncur dari kedua pelupuk mataku. Satu, dua, hingga membentuk anak sungai kecil dikedua belah pipiku.

Kamu menggangguku lagi!

Belum puaskah dia hanya dengan menggoreskan luka diulu hatiku? Masih kurang? Kenapa begitu tega?

Kamu telah pergi dari kehidupanku. Kamu telah meninggalkan berjuta harapan  dan cita cita yang telah tertata rapi dalam fikiranku. Kamu menghancurkan semuanya. Kamu pergi. Tapi kenapa tak lekas pergi dari ingatanku?

Kamu jahat!


Jangan berakhir..
Karena esok takkan lagi..
Satu jam saja.. hingga kurasa bahagia..
Mengakhiri  segalanya..

“apa hal yang paling kamu inginkan didunia ini?” dia bertanya begitu lirih ditelingaku. Aku mengerutkan kening bingung. Pertanyaannya aneh sekali..

“tentu aja kamu. Kenapa nanya gitu?” aku benar benar bukan tipikal orang yang pandai menyembunyikan ekspresi. Aku akan dengan mudah merasa penasaran bila ada sedikit saja hal yang mengganggu fikiranku.

“aku sayang kamu” aku tersentak kaget, bukan karena dia menyatakan rasa sayangnya. Bukan juga karena dia berkata secara tiba tiba di telingaku. Tapi..

“kamu kok aneh banget sih hari ini. Kamu g lagi sakit kan?” aku menyentuh dahinya dengan telapak tanganku. Ini benar benar kejadian langka.

Tadi, pagi pagi sekali, dia sudah beretengger manis di depan jendela kamarku sewaktu aku bangun tidur. Lalu menarik tanganku untuk pergi. Padahal aku belum beres beres. Jangankan beres beres, menyentuh airpun aku belum melakukannya. Tapi yang namanya dia, pasti akan memaksakan apa yang menjadi kehendaknya. Untung saja tadi aku ngeyel meminta cuci muka dan bersiap siap dahulu. Coba kalau tidak, entah wajahku akan terlihat seperti apa sekarang ini.

Jadilah sekarang ini aku bolos sekolah dan kabur dari rumah bersama dia. Padahal hari ini aku ada ulangan bahasa inggris. Dasar!

“ayo main air!” serunya girang seperti anak kecil. Dia sudah berlari mengejar  ombak di depan sana. Sedangkan aku masih terduduk disini sambil memandangi tingkah anehnya yang membuatku bingung. Dia mengabaikan semua pertanyaanku. Dia berlaku sesuka hatinya. Ada apa ini sebenarnya?


Tapi kini tak mungkin lagi..
Katamu.. semua sudah tak berarti..
Satu jam saja..  Itupun tak mungkin..
Tak mungkin lagi..


“Kamu kerumah sakit sekarang ya.. Dia kritis!” aku merasakan berbagai jenis pisau telah menyayat nyayat hatiku dengan kasar. Begitu ngilu, begitu sesak, dan seakan membuatku mati rasa. Beberapa detik aku hanya melewati waktu dengan diam. Berusaha mencerna informasi yang baru saja aku dapatkan. Berusaha mengerti, berusaha memahami. Dan berusaha untuk… tegar!

Baru setelah aku sadar, semua orang disini sedang menatapku iba.

Aku menyambar tasku yang tergeletak di atas meja. Berusaha mengabaikan tatapan terkejut mereka. Berusaha tak menghiraukan satpam yang berteriak teriak mengumpat  tindakan melanggar  tata terbib yang baru saja aku lakukan. Aku tak perduli!

Buru buru ku stop taksi yang kebetulan lewat didepan sekolahku. Lalu dengan tergesa gesa mengatakan tempat tujuanku pada sang sopir.

“cepat pak.. Cepat!!” perintahku.

Setelah sampai, kuserahkan selembar uang  50ribuan  pada sopir itu. Lalu buru buru keluar dari mobil dan menutup pintunya dengan asal. Kulankahkan kakiku menuju ruang UGD yang sekarang ini tengah dihuni oleh laki laki yang teramat sangat kusayangi.

Dan kali ini aku melihatnya. Melihat dia yang sedang dalam keadaan ‘tidak baik baik’ saja. Itupun hanya melalui jendela kecil. Aku sudah berulang kali memohon agar di izinkan untuk masuk. Aku ingin melihatnya. Aku ingin memberikan sedikit kekuatan agar dia bertahan. Tapi kenapa semua orang  disini menentangku? Kenapa mereka semua tidak memperbolehkanku? Kenapa melarang?
Aku kembali menatapnya dari jendela sialan ini. Matanya terpejam erat penuh kedamaian. Walaupun disana sini dapat terlihat banyak luka lebam dan goresan kecil. Belum lagi alat alat yang menempel di tubuhnya.
Aku.. aku tidak tahan!
Kubiarkan saja air mata ini meleleh turun membasahi pipiku. Aku sedang berduka? Tidak adakah yang bisa memahami? Sedikit saja turut merasakannya? Meredakan nyeri didadaku?

Jangan berakhir..
Kuingin sebentar lagi.. Satu jam saja..
Izinkan aku merasa..
Rasa itu pernah ada..


Aku hanya bisa terdiam menyaksikan orang orang berseragam putih itu melepaskan semua selang yang tertempel ditubuhnya. Semuanya seakan mengalir. Mati rasa. Sudah terlampau banyak butir air mata itu terjatuh dari mataku. Sehingga saat ini tak ada lagi yang bisa kulakukan. Menangispun rasanya percuma saja.

Aku menatapnya dengan pandangan kosong. Sedangkan semua orang disekitarku menangis, menjerit, meronta menyaksikan seorang berseragam putih itu menutup seluruh tubuhnya serta wajah tampan nya dengan kain putih bersih.

Aku lelah, aku ingin segera beranjak pergi dari tempat menyedihkan ini. Bagaimana mungkin dia hanya diam saja ketika tubuhnya ditutup kain laknat itu. Aku ingin memarahinya. Aku ingin mengatainya dengan mulutku seperti biasanya. Tapi bisakah kulakukan semua itu sedangkan dia hanya diam tak merespon apapun.


Jangan berakhir..
Karena esok takkan lagi..
Satu jam saja.. hingga kurasa bahagia..
Mengakhiri  segalanya..


Aku menikmati pantai ini. Airnya, pasirnya, langitnya, masih saja sama seperti saat terakhir kali aku kemari bersama dia. Rasanya bayangan banyangan kejadian yang sudah berlalu itu kembali melesak keluar dari fikiranku. Seperti magnet yang terus menarikku agar mengikuti alurnya.

Dan akupun dapat melihat bayangan kita yang sedang berlari mengejar ombak dengan bahagia. Saling menyampaikan rasa melalui bahasa tubuh yang tersirat.

Tapi tunggu, apa itu kamu? Aku melihatmu. Kau melambaikan tangan mengajak ku bermain bersama gulungan ombak yang kian membesar akibat angin yang juga semakin kencang. Hei, kamu ingin aku menyusulmu? Kamu ingin aku bermain bersamamu?

Oke aku akan segera menyusul dan menemanimu disana. Tunggu aku ya..

Aku terus berjalan lebih dalam lagi ke laut lepas. Tak perduli pada air yang kian menelanku bersama raiaknya. Tak perduli pada suara suara orang yang tengah berteriak memanggilku di belakang sana. Sudahlah.. aku hanya ingin menyusul pacarku.. Kenapa semua orang se histeris itu?


_______________END_______________

No comments:

Post a Comment