What The Hell??
By: Ifana Devi Mumtahana
Begitu banyak cerita tentang cinta
yang pernah aku dengar, pernah aku tonton, pernah aku baca, dan pernah orang-orang
ceritakan padaku. Dan semuanya berujung manis. Cinderela, Snow White, Rapunzel.
Sepertinya, sang pembuat cerita memang pernah merasakan sendiri betapa manisnya
cinta, betapa membahagiakannya ending, dengan alur yang membuat semua penonton
mengeluarkan berbutir-butir air mata haru.
Tapi bagaimana bila aku yang
menciptakan cerita itu? Mungkin akan berkebalikan. Karena yang kurasakan
berbanding terbalik dengan itu semua..
***
Aku begitu sibuk memasang beberapa
pita cantik dengan hiasan gliter kuning keemasan di dinding ruangan yang sedang
kudekor. Berkali-kali aku memasang, tapi tak sampai lima menit aku sudah membongkarnya
kembali. Ahh.. kenapa susah sekali hanya membuat hiasan dinding yang begitu
sederhana? Padahal ini sudah kurancang dengan desain yang seminimalis mungkin.
Aku menghela nafas. Rasanya lelah
sekali. Untung teman-teman mau membantuku mendekorasinya supaya terlihat
seromantis mungkin.
“Ara, ini rotinya kamu aja yah yang
hias. Takut salah” Liana menghampiri aku yang sedang duduk di samping sebuah
akuarium kecil. Di tangannya, bertengger manis kue ulang tahun bermandikan
coklat yang kelihatannya begitu lezat. Dia memang jago sekali membuat kue.
“yaudah sini,” ucapku seraya
menerima kue lezat itu. Tanganku segera mengambil krim berwarna putih dan mulai
mengukirkan sebuah nama. Walau aku tak cukup berbakat dalam masalah ini, tapi
setidaknya aku bisa sedikit menghiasnya supaya lebih enak dipandang.
Happy Birthday Honey
kalimat itulah yang kutuliskan
disana. Dengan bermodalkan PeDe yang tinggi, kutambah lagi tulisannya.
Ara love Zarro
“yaelah, norak lo!” cibir Wanda,
temanku yang bertugas membungkus kado yang telah kusiapkan.
“yee, biarin. Sirik aja” balasku. Haha,
kuakui, ini memang ‘sedikit lebay’. Tapi apa salah bila ini terjadi pada orang
yang sedang kasmaran?
Biar sedikit
kujelaskan. Hari ini, tanggal 29 April 2013, pacarku, pacar baruku, berulang
tahun yang ke 18. Dan ini adalah ulang tahun pertamanya saat menjalin hubungan
spesial denganku. Jadi tidak boleh disia-siakan dong ya.
Oleh ide yang dicetuskan Liana
seminggu yang lalu, aku berhasil membuat kejutan kecil-kecilan untuk pangeran
tampanku. Aku sudah membeli kado, membuat kue, mendekor ruangan, dan menyiapkan
semuanya dengan sangat matang. Dan tentunya tanpa sepengetahuan Zarro ya.
Kuedarkan pandanganku keseluruh
sudut ruangan. Meneliti dan mengoreksi kembali. Aku tidak mau sampai ada hal
yang ‘kurang’ saat acara nanti. Pokoknya, malam ini akan kujadikan sebagai
malam terindah untuk zarro. Aku tidak akan mengecewakannya. Itu tekadku.
Aku mengangguk mantap. Tidak sia-sia
keringat yang sudah kukeluarkan untuk menyiapkan surprise party ini. Hasilnya memang
topmarkotop! Ruang tamu kost ku yang semula hanya berisikan kursi-kursi tua,
kini sudah kusulap menjadi ruangan elegan penuh hiasan cantik.
“yaudah Ra, buruan kamu hubungin
Zarro-nya” usul Liana. Aku mengangguk menyetujui. Kuraih pnselku yang sedari
tadi tak ku pegang.
To:
Zarro-Ku
Kamu
masih dikampus sayang?
Sent.
Setelah menunggu beberapa saat,
akhirnya balasan yang kunantikan pun datang.
From:
Zarro-Ku
Masih,
tugas numpuk.
To:
Zarro-Ku
Aku
kesana ya..
From:
Zarro-Ku
G
usah say,aku masih lama.
“yah, Zarro g ngebolehin aku nyusul
dia”ucaku seraya mengerucutkan bibir. Aku memperlihatkan percakapan singkatku
dengan Zarro pada Wanda dan Liana.
“yaelah, namanya juga kejutan. Kenapa
lo kasih tau kalo lo mau kekampus dia dodol?” ucap Wanda gemas.
“iya ih, Ara lola deh. Udah, kamu
tinggal kekampus dia aja, trus langsung seret dia kesini” saran Liana.
“kalo dia nggak mau gimana?” ucapku
sambil membayangkan betapa susahnya membujuk Zarro untuk pergi bersamaku ke
tempat kost.
“pokoknya harus mau. Udah, ayok
kita capcus kesana!”
***
Parkiran Universitas Indonesia. Di tempat
inilah sekarang kami bertiga berada. Dengan gaya bak mata-mata Wanda dan Liana
mengintip dari balik sebuah mobil sedan berwarna hitam. Menanti kehadiran
Zarro.
Sedangkan aku, yang kulakukan
hanyalah memejamkan mata seraya berkomat-kamit membaca doa untuk menghilangkan
grogi. Sesekali kuusapkan selembar tisu pada kedua telapak tanganku yang
berkeringat dingin. Ya ampun, aku tidak menyangka kalau aku akan senervous ini!
Huh, aku benar-benar gugup. Bagaimana mungkin aku dapat menyeret Zarro untuk
pergi bersamaku sedangkan tanganku saja bergetar hebat seperti ini?
Dewa Neptunus, tolong aku!!
Jantungku tambah berdegup dengan
kencang saat Wanda dan Liana meneriaki nama Zarro. Mereka berdua menarik
tanganku supaya cepat keluar dari tempat persembunyian. Tapi aku tetap tak
bergeming.
“Ara! Cepetan! Itu pangeran lo udah
dateng. Cepet samperin keburu orangnya pergi bego!” Dua gadis yang hampir mirip
itu tak henti-hentinya menarik tanganku untuk berdiri. Tapi aku tetap saja
jongkok dan menyembunyikan wajahku dibalik kedua lututku.
“yah.. yah.. itu pangeran lo udah
masuk mobil!” ucap Wanda dengan tampang menyesalnya. Seketika aku jadi amat
penasaran. Aku mulai berdesakan dan bergabung dengan mereka untuk mengintip. Dan
tepat pada saat itulah tangan-tangan licik mereka mendorong tubuhku sehingga keluar dari tempat persembunyian. Aduhh.. Sial!
‘tanggung! Terlanjur basah,
nyemplung aja sekalian’ akhirnya, dengan mengumpulkan segenap keberanian aku
berjalan perlahan menuju tempat di mana mobil Honda jass Zarro di parkirkan. Lewat
kaca mobil, aku mengintip dengan hati-hati.
‘hey! Apa-apaan ini?’ tubuhku lemas
seketika menyaksikan kejadian yang terpampang jelas di depan mataku.
Speechless. Mulutku terkunci rapat. Hatiku seakan tercabik-cabik dengan kasar. Ya
Tuhan, apa yang harus kulakukan? Tubuhku tetap berdiri kaku menyaksikan
semuanya.
Aku memang masih kelas dua SMA,
tapi otakku cukup dapat menelaah kegiatan dua pasang anak manusia di dalam
sana.Entah mengapa, walaupun tulang-belulangku rasanya remuk tak tersisa, tapi
aku masih saja memperhatikan dua orang itu, dari mulai mereka meniup lilin di
atas roti kecil bersama-sama, sampai saat mereka berciuman lekat.
Pandanganku mengabur bersama
butiran kristal bening yang memenuhi pelupuk mataku. Dan aku masih tetap diam
saat mata hazel Zarro menatap kaget kearah tempatku berdiri. Aku terlalu syok
sampai-sampai otakku tidak mau lagi bekerja dengan baik.
‘apa yang kutunggu?’ aku benar-benar
marah. Marah pada otakku yang terus memaksaku untuk menyaksikan kejadian
menjijikkan itu. Juga marah pada kakiku yang masih saja diam ditempat. Kenapa tidak
lari saja?
Kulihat Zarro turun dari mobinya
dan menatapku dengan pandangan yang sulit ditebak. Sedangkan aku, keadaanku
benar-benar jauh dari kata ‘baik-baik saja’. Mataku sudah tak dapat lagi
membendung air mata yang terlampau banyak melebihi kadarnya.
“kita putus Zarro!” ucapku pelan,
namun penuh akan ketegasan.
***
Ini hidup! Hidup yang kita tidak
pernah tau bagaimana endingnya. Tidak bisa kita rencanakan alurnya. Sulit untuk
kita atur settingnya.
Ini hidup. Hidup yang bahkan bisa
lebih kejam dari apa yang sanggup kita bayangkan.
Ini hidup. Hidup yang nyata. Bukan dongeng,
apalagi drama Korea!!
~THE END~
Hehe, maaf, abal-abal lagi :D