My Sweet Baby
By: Ifana Devi
Ada yang hilang saat akhir akhir
ini kau menjauh dari kehidupanku. Entah bagaimana caranya aku bisa menuruti kemauanmu
yang memintaku untuk berhenti mencintaimu.
***
Gerimis yang sedari tadi mengguyur
kota tak kunjung reda. Awan hitam pun tak kunjung pergi. Udara lembab masih
setia menyelimuti. Dan aku masih disini, berteduh di halaman sekolah untuk
melindungi tubuhku dari air hujan yang malah semakin deras turun membasahi
bumi. Kulirik jam yang melingkar manis dipergelangan tangan kiriku. 15:25. Satu
jam lebih empat puluh menit tepat setelah bel pulang sekolah berbunyi.
Tadinya aku tidak sendiri. Ada
beberapa murid lain yang sama sama sedang berteduh sepertiku. Tapi lama
kelamaan jumlah dari mereka mulai berkurang. Ada yang telah mendapat
jemputan, ada pula yang nekat menerobos lebatnya hujan sore ini. Dan aku lebih
memilih untuk menunggu disini sampai hujan benar benar reda.
Tubuhku sedikit menggigil karena
kedinginan. Walau aku sudah memakai switter cukup tebal, tapi tetap saja hawa
dingin itu masih bisa menyusup melalui pori pori kulitku. Apalagi kakiku yang
tak tertutupi kain apapun dari siku sampai mata kaki. Huh, benar benar
membuatku lemas. Ku gosokkan kedua telapak tanganku dan meniupnya perlahan.
Lalu menempelkannya dikedua belah pipiku. Berharap sedikit kehangatan dapat
tercipta dari kegiatan sepele itu.
Beberapa saat kemudian, kulihat
sosok yang amat kukenali. Sosok yang seminggu ini telah sukses membolak
balikkan alam pikiranku. Sosok yang menyuruhku untuk berhenti mencintainya. Dia
berjalan perlahan menuju parkiran.
Kuperhatikan dirinya dengan kedua mataku. Masih sama. Tubuh tegap
tingginya. Hidung mancung, alis tebal dan mata hazelnya. Ouh, kini kusadari
betapa aku merindukan cowo arrogant itu. Zarro.
Dia menoleh kearahku. Dan yap,
pandangan kami bertemu. Sesaat mata hazelnya menatapku tajam hingga membuatku
salah tingkah setengah mati. Tapi kemudian buru buru aku buang muka. Dan tanpa
memperdulikanku, dia kembali berjalan tanpa menengok kearah tempatku berdiri.
Brum brum..
Dia menjalankan motor besarnya
melewatiku. Tanpa senyuman, tanpa sapaan,dan tak ada tatapan. Hm. Dalam sekejap
mataku memanas. Butiran Kristal bening berdesakan keluar dari mataku. Aku segera
berlari pulang. Tak perduli pada hujan yang terus membasahi baju seragamku.
Biarlah, setidaknya hujan itu telah membantu mengkamuflasekan air mataku.
***
Aku masih terjaga ditengah gelapnya
malam. Bersama hamparan lautan bintang
dengan bulan sebagai ratunya. Berbaur dengan udara dingin yang menusuk
kulit, membuat tubuhku bergidik pelan. Kutatap langit dalam diam. Kubiarkan
mataku menerawang jauh menembusnya.
Tergambar jelas di ingatanku tentang lelaki itu. Lelaki yang telah
mengukirkan namanya dengan indah di hatiku. Perlahan kupejamkan mata. Membiarkan jiwaku
bergabung dengan alam khayal. Kuputar kembali film berisi tentang kebersamaanku dengan Zarro. Indah. Tapi semua itu tinggal kenangan. Lelaki itu pergi setelah
meninggalkan sejuta harapan yang telah bertengger manis dalam hatiku.
Pandanganku mengabur bersama
butiran butiran air hangat yang memenuhi pelupuk mataku. Aku mencoba menahannya
agar tak terjatuh lagi malam ini. Kenapa aku sangat rapuh? Untuk kesekian
kalinya aku kalah, kupejamkan mataku erat. Membiarkan air itu menetes walau aku tak
menginginkannya. Mencoba memilah perasaan yang hadir disana. Antara sakit,
sedih, bingung, dan cinta.
Sudah genap satu bulan ini, aku dan
Zarro putus. Dia memutuskan hubungan kami secara sepihak. Sejak itu, dia bahkan
terus saja menyinisiku. Selalu buang muka ketika pandangan kami bertemu.
***
Desember semakin mendekat. Aku bisa
melihatnya berlari diambang pintu. Hujan tak henti mengguyur kota. Angin pun turut
menyemarakkan keadaan. Hampir disetiap pagi kujumpai tangisan langit mengiringi
keberangkatanku ke sekolah. Bahkan ketika jam sekolah usai, hujan tak kunjung
reda.
Aku berlari kecil agar hujan tak
terlalu lama membasahiku. Namun langkahku terhenti di depan gerbang sekolah,
saat kudapati Zarro bersandar digapura tanpa payung. Tetesan air langit itu
seolah bersorak gembira dapat membasah kuyupkan tubuhnya. Aku dapat melihat
mata teduh, bukan mata tajam yang biasanya ia perlihatkan padaku. Dadaku terasa
sesak.
Tuhan.. apa yangharuskulakukan? Aku
meneruskan langkahku, mencoba mengabaikannya. Tapi tanpa kusadari aku menangis.
“bodoh! Kenapa tidak membawa payung?” teriak ku parau mencoba mengalahkan suara
air hujan yang beradu dengan tanah. Aku berbalik dan berjalan kearah tempatnya
berdiri. Kugenggamkan payungku pada jemarinya, lalu berlalu pergi
meninggalkannya.
***
Sepulang sekolah ini, wanda, teman
sekelasku mengajakku untuk menemaninya membeli baju untuk pesta pertunangan
kakaknya. Sebenarnya aku ingin menolak, namun mengingat ia yang selalu
menjadi tempat curhat dan pendengar setia yang amat baik, aku jadi segan untuk
mengutarakan maksutku yang sebenarnya. Akhirnya, aku menerima tawarannya dan
kamipun segera pergi menuju mall terdekat dari sekolah.
Setelah lama berputar putar
akhirnya wanda menjatuhkan pilihannya pada dua gaun berwarna pink soft dan satu
lagi berwarna merah marun.
“menurutmu, bagus yang ini atau
yang ini?” wanda memintai pendapatku atas
dua gaun yang menjadi pilihannya.
Aku sedikit bingung untuk memilih
satu diantara dua gaun yang sama sama indah itu. Yang berwarna merah marun sederhana
tetapi tetap terlihat kesan mewahnya. Lengannya hanya terbuat dari satu untaian
kain. Sehingga bila di pakai nanti, pasti akan menampakkan tubuh bagian
belakang pemakainya. Sedangkan panjangnya menjuntai sampai menyentuh mata kaki.
Dan yang berwarna pink soft terlihat ‘anak muda banget’ dengan pita besar berwarna senada yang melingkari tubuh bagian pinggangnya. Panjangnya hanya sebatas lutut. Dengan bagian bawahnya yang melebar seperti gaun gaun princess yang sering ku tonton di tv.
“yang pink aja deh, kayaknya lebih
cocok di badan kamu dari pada yang merah”
Setelah mendengar jawabanku, tiba
tiba saja wanda menyeretku keruang ganti untuk mencoba gaun pink soft yang
menjadi pilihanku itu.
“yaudah, aku ambil yang merah, kamu
ambil yang pink ya..” pintanya. Dan, tentu saja aku menolak. Bukannya tidak
mau, tapi lebih karena aku tak membawa cukup banyak uang kali ini.
“ayolah ra.. Cuma nyoba kok. Kayak
yang biasa kita lakuin. Kalo kamu suka, kita bisa ke sini lagi besok. Yang
penting kamu nyoba dulu” pintanya memelas. Aku jadi tidak tega melihatnya.
Well, tidak salah pilihanku. Gaun ini
memang benar benar cantik. Apalagi ukurannya yang sangat pas di tubuh
langsingku. Warnanya begitu lembut dan menawan. Aku menatap pantulan diriku
dalam cermin besar dihadapanku. Ada yang kurang. Ya! Senyumku. Kulukiskan
senyum tipis dan sempurnalah gaun ini.
“Ara! Lama banget sih. Aku juga
pengen liat tau” suara cempreng wanda mengagetkanku. Aku tersadar dari
lamunanku lalu muncul didepan wanda dengan gaun cantik ini.
“weish, cantik banget. Udah, kamu
pake aja ya, biar aku yang bayar.” Celotehnya sambil menarikku kemeja kasir.
Setibanya diluar, aku langsung memasang wajah protes sekaligus penuh Tanya. Aku
belum sempat protes saat didalam tadi.
“gue habis jadian sama rendi. Anggap
aja pajak. Hehe..” cengirnya. Aku hendak mengeluarkan protesku. Tapi.. ah
sudahlah. Bukannya seharusnya aku senang dan berterima kasih? Bukan malah
protes seperti ini.
Hari sudah mulai gelap,jadi
kuputuskan untuk mengajak wanda pulang ke kosanku saja. Aku berjalan menuju
pintu. Sedangkan wanda masih sibuk memasukkan motornya kehalaman kos ku.
Hal pertama yang kudapati saat
memasuki ruangan itu adalah gelap. Aku mencoba mencari saklar untuk
menghidupkan lampu dengan meraba dinding. Namun aku tak kunjung menemukannya.
Dan.. jemariku tertumpuk oleh benda yang sangat kuyakini bukan dinding.
Tangan!! Jantungku berdegup begitu cepat.
‘tidak. Tidak mungkin. Setan itu
tidak ada. Kalaupun ada, dia tak akan menggangguku’ dengan tenang, aku mencoba
bergerak mundur. Brakk.. pintu ruangan itu tertutup. Aku mulai panik. Kucoba
untuk menenangkan diri agar tidak berlaku gegabah. Tapi aku tidak ingin mati
konyol disini.
“wanda, tolong..” pekikku
terhimpit. Bodoh! Tak ada yang mendengar suaraku. Aku mulai pasrah. Itu membuatku
semakin ketakutan. Aku mulai terisak. Aku bersimpuh di lantai seraya berkomat
kamit menbaca doa.
Di tengah isakanku, tiba tiba
kudengar suara seseorang bernyanyi sambil diiringi oleh petikan gitar. Rasa
takutku hilang sekeketika
My baby, sweet baby..
My baby, sweet baby..
I see you smiling when I close my eyes
’cause I miss you, I need you right now
"tadaima" moroku ni ienakute gomen ne
never knew I’d make you feel lonely
kuchiguse no "tsukareta" mo boku wa iisugi dane…
kaeri wo matsu hou ga tsurai no ni…
and we’re back to screaming
sasai na koto de mata
can’t stop the rain
so tagai ni yuzurazu ni kigatsukeba
together again
’cause only you can drive me crazy
my baby, sweet baby oh
itsumo sunao ni dekinai boku wo
anata wa yasashiku tsutsunde kureru yuiitsu no hito dayo
do you believe in destiny
’cause I can’t deny, baby you and I
naze bokura ga koko ni iru no ka?
deau beki futari ga deatta to shitara bokura
donna konnan mo koereru ne?
tsugou yoku kangaete
mata kimi wo komarasete
sonna fuu ni kyou mo mata boku wa kimi ni amaesugi
’cause only I can drive you crazy
my baby, sweet baby tte kore kara mo saki isshou kimi ni
iitai!! tte boku wa kokoro karasou omou ndayo
naa baby, please tell me? oh
kotoba janakute ii kara
tada tonari de hohoen de kurereba sore dake de ii kara sa!!
the world’s in a hurry
bokura no jikan wa tomete okou
there’s nothing to worry
toki wa bokura wo tsuresare wa shinai yo
’cause I miss you, I need you right now
"tadaima" moroku ni ienakute gomen ne
never knew I’d make you feel lonely
kuchiguse no "tsukareta" mo boku wa iisugi dane…
kaeri wo matsu hou ga tsurai no ni…
and we’re back to screaming
sasai na koto de mata
can’t stop the rain
so tagai ni yuzurazu ni kigatsukeba
together again
’cause only you can drive me crazy
my baby, sweet baby oh
itsumo sunao ni dekinai boku wo
anata wa yasashiku tsutsunde kureru yuiitsu no hito dayo
do you believe in destiny
’cause I can’t deny, baby you and I
naze bokura ga koko ni iru no ka?
deau beki futari ga deatta to shitara bokura
donna konnan mo koereru ne?
tsugou yoku kangaete
mata kimi wo komarasete
sonna fuu ni kyou mo mata boku wa kimi ni amaesugi
’cause only I can drive you crazy
my baby, sweet baby tte kore kara mo saki isshou kimi ni
iitai!! tte boku wa kokoro karasou omou ndayo
naa baby, please tell me? oh
kotoba janakute ii kara
tada tonari de hohoen de kurereba sore dake de ii kara sa!!
the world’s in a hurry
bokura no jikan wa tomete okou
there’s nothing to worry
toki wa bokura wo tsuresare wa shinai yo
(My
Sweet Baby: One OK Rock)
Lampu segera menyala setelah orang
misterius iru menyelesaikan lagunya. Kuedarkan pandanganku keseluruh sudut
ruangan. Dan aku menemukannya. Seseorang berwajah tampan yang akhir akhir ini begitu kurindukan. Zarro. Dia menatapku
dengan penuh kasih sayang. Kemudian merentangkan kedua tangannya. Tanpa
aba aba lagi, segera kuhamburkan tubuhku kepelukannya yang hangat. Aku menangis. Rasanya
lega sekali.. sesaat dia meregangkan pelukannya, tapi masih tetap berpegangan
pada pinggangku.
“happy birthday sayang..” ucapnya. Aku
tersentak. Memangnya, tanggal berapa ini? 3 desember. Oh god, ini hari ulang
tahunku. Aku menatapnya lekat meminta penjelasan.
Tapi tak lama kemudian, dari balik
pintu muncul 2 sosok gadis cantik dan 2 orang laki laki di belakangnya. Gadis itu,
Wanda dan Liana. Dibelakangnya ada Rendi dan Riyan. Wanda datang dengan
bungkusan kado amat besar, sedangkan Liana membawa roti ulang tahun yang
diatasnya telah bertengger lilin berangka 17 sesuai angka umurku saat ini. Setelah
meletakkan roti dan kado super gede itu, Wanda dan Liana menghampiriku. Mengucapkan
selamat.
Disusul oleh Rendy dan Riyan yang mengucapkan selamat secara bergantian.
Disusul oleh Rendy dan Riyan yang mengucapkan selamat secara bergantian.
“slamat ulang tahun ya ara cantik..”
ucap riyan seraya menyalamiku.
“makasihh..” balasku riang.
“ekhem, g usah lama lama salamannya
bisa kan ya.” Sindir Zarro. Aku dan Riyan tergelak. Kemudian kami tertawa
bersamaan J
̶ END ̶
No comments:
Post a Comment